Tradisi Iring-Iringan Tumpeng Songo di Demak: Warisan Walisongo yang Terus Dilestarikan
Demak – Iring-iringan
tumpeng sanga kembali digelar meriah di Kabupaten Demak, Kamis (5/6), sebagai
bagian dari tradisi tahunan yang telah berlangsung sejak tahun 1506 M. Acara
ini dibuka dengan penampilan khas Rebana Blantenan dari Demak, sebuah kesenian
budaya peninggalan Sunan Kalijaga yang menggema megah sebagai penanda
dimulainya kirab sakral tersebut.
Kirab yang dimulai Pendopo Kabupaten Demak ini menyajikan urutan iringan yang sarat makna dan simbol: spanduk pembuka, manggar, Surya Majapahit, paskibra, tumpeng utama, jajaran pemerintahan, sembilan tumpeng, umbul-umbul, hingga penampilan Rebana Remaja Masjid dan simbolisasi Walisongo sebagai tokoh utama spiritual Nusantara.
Hadir dalam acara ini jajaran ulama, para pengasuh pondok pesantren sekitar Masjid Agung Demak, dan pejabat pemerintahan Kabupaten Demak. Suasana penuh khidmat sekaligus meriah pun terasa semakin kuat dengan kehadiran ratusan masyarakat Demak yang tampak lebih antusias dari tahun-tahun sebelumnya.
Wakil Bupati Demak dalam sambutannya mengungkapkan rasa syukurnya dapat turut hadir. “Saya merasa bersyukur dapat berkumpul di sini. Semoga acara ini mempererat persaudaraan dan kerukunan masyarakat. Ini adalah peninggalan para wali, khususnya Walisongo. Mari kita rawat tradisi ini dengan sebaik-baiknya,” ucapnya.
Ketua Takmir Masjid Agung Demak, Drs. KH. Nur Fauzi, menambahkan bahwa tumpeng sanga merupakan simbol akulturasi budaya Arab dan Jawa yang telah bertahan lebih dari 500 tahun. “Selain tumpeng, kami juga mendistribusikan air berkah dari gentong kong peninggalan Sultan Fattah,” ujarnya.
Mauidhoh hasanah juga disampaikan oleh KH. Misbahuddin A.H., pengasuh Pondok Pesantren Al Huda Grobogan, yang menekankan pentingnya menjaga warisan budaya sekaligus meningkatkan ketakwaan.
Tumpeng sanga sendiri memiliki makna mendalam. Sembilan tumpeng ini melambangkan sembilan tubuh yang dijaga kesuciannya, simbol doa untuk petunjuk dan perlambang kesucian hati dalam menjalani kehidupan.
Pengamanan kegiatan melibatkan ratusan aparat gabungan dari Polri, TNI, Banser, serta barisan pagar betis dari Pramuka Kabupaten Demak demi menjamin kelancaran acara.
Acara ini ditutup dengan pembagian hasil bumi dari gunungan kepada masyarakat yang ikut memeriahkan. Kepala Kemenag memastikan bahwa pembagian dilakukan secara adil dan teratur, sehingga semua warga bisa mendapatkan bagian dari berkah tersebut. Masyarakat berharap tradisi ini terus berlanjut dan membawa Demak menjadi pusat keagamaan, tradisi, dan budaya yang dikenal hingga tingkat internasional.
0 Komentar